Tuduhan-tuduhan terhadap (Al-Qur’an) dan bantahanya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نزلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا (النساء:136)
Yang artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”(QS. An-Nisaa’:136)

Barangkali sebelumnuya perlu di ketahui bahwa, keberadaan tulisan ini sebenarnya tak lebih dari sekedar alih bahasa (walaupun tidak semuanaya) sekaligus ringkasan dari salah satu bab yang terkandung dalam kitab “Mabâhits Fi ‘Ulûm al-Qur’an”, salah satu kitab yang menjadi mata kuliah Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Saya tertarik untuk menerjemah–katakanlah sperti itu–dan sedikit meringkasnya karena saya memandang, bab ini sangat bermanfaat untuk sekedar menambah wawasan kita seputar al-Qur’an seiring di gulirkanya kritik-kritik dan tuduhan-tuduhan terhadap al-Qur’an baik oleh kalangan orientalis maupun lainya. Saya memprediksi bahwa, seiring berjalanya sang masa, studi epistemologi ´Ilmu al-Qur’an` akan menjadi sangat krusial dan marak mengingat telah di giatkanya metodologi interpretasi yang di tawarkan hermeneutika yang saat ini telah menjadi mata kuliah resmi di perguruan tinggi Islam Indonesia. Terlepas dari, apakah kita termasuk yang pro ataupun yang kontra dengan entitas model interpretasi ala hermeneutika maupun interpretasi tradisional Islam, setidaknya apa yang di jelaskan dalam kitab ini bisa menambah wawasan kita tentang konsep-konsep al-Qur’an. Setidaknya ada beberapa tuduhan-tuduhan miring terhadap al-Qur’an yang di lontarkan oleh orang-orang–yang dalam kitab ini–di katakan sebagai musuh Islam. Namun saya lebih suka menyebutnya dengan orientalis.

Kadang saya bingung harus mengungkapkan dengan bahasa seperti apa agar tidak nampak kasar dan arogan. Karena memang ada suatu kondisi yang disana, senajan toh di ungkapkan dengan kata yang mendatar toh tetap saja akan terasa kasar. Barangkali memang situasi dan kondisilah yang akan menjadi dewanjurinya. Yang perlu di garis bawahi bahwa, bantahan-bantahan dalam kitab ini nampak jelas bertolak dari kepercayaan terlebih dahulu jika al-Qur’an, baik lafal dan maknanya, adalah firman Allah. Berbeda dengan konsep hermeneutika. Dalam hermeneutika, ketika kita hendak menginterpretasikan suatu nash (teks), maka mau tidak mau kita di suruh menanggalkan kepercayaan, bahwa Al-Qur’an (teksnya khususnya) adalah firman Tuhan, bahkah hanya perkataan Muhammad. Disini saya sedang tidak mimihak medel penafsiran ala heremenuitika maupun penafsiran tradisional Islam, namun saya berusaha menjelaskan secara obyektif apa yang tertuang dalam kitab ini. Toh demikian, sebenarnya saya lebih tertarik untuk mengembangkan metode interpretasi tradisional Islam agar tetap relevan dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena saya percaya bahwa kebangkitan ataupun kejayaan Islam juga bisa tercapai dengan tanpa mengadopsi hermeneutika. Bukti kongkrit adalah kejayaan Islam pada masa silam. Senajan toh dimasa silam tersebut belum di gulirkan metode hermeneutika secara massif, nyatanya Islam mampu menuju puncak kejayaanya. Wallahu a’lam bishshowaab

Tuduhan Pertama,

Mereka, orientalis, mengatakan, “Para peneliti yang mengkritik telah mencatat bahwa, dalam Al-Qur’an terdapat dua gaya atau entitas yang saling berlawanan satu sama lainya. Tidak ada hubungan sama sekali antara entitas yang pertama dengan yang kedua. Hal demikianlah yang mendorong kita untuk meyayakini, bahwa al-Qur’an ini telah tunduk terhadap kondisi yang berbeda-beda dan terpengaruh oleh bi’ah (lingkungan) yang bermacam-macam. Kita melihat, bahwa al-Qur’an yang makiy¹ ter-istimewakan dengan keistimewaan yang bernilai rendah. Sedang, al-Qur’an yang Madaniy di dalamnya nampak indikasi-indikasi kebudayaan dan cenderung tercerahkan. Begitu juga al-Qur’an yang makiy tampak menyendiri: mengandung kekerasan, kebengisan, kekejaman…kemarahan, kejorokan dan ancaman. Semisal dalam surat:

“تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَب وَتَب” (Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa)”. (QS. Al-Lahab:1)

” إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْر . وَالْعَصْرِ (demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian)”. (QS. Al-‘Ashr:1-2)

” أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرحَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sapai kamu masuk kedalam kubur.)” (QS: At-Takaatsur:1-2)

“فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ (karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi).”(QS. Al-Fajr:13-14).”

Begitulah tuduhan-tuduhan mereka terhadap al-Qur’an. Tuduhan-tuduhan terhadap al-Qur’an diatas terdiri dari empat tuduhan. Dan jika anda berkehendak, katakanlah terdiri dari tiga kebohongan yang akan menelurkan satu konklusi kebohongan yang lain sehingga menjadi empat kebohongan. Tiga kebohongan tersebut adalah mengatakan bahwa, al-Qur’an yang makiy: mengandung kekerasan, kebengisan, kejorokan, dan ter-istimewakan dengan keistimewaan yang bernilai rendah. Sedang al-Qur’an yang madaniy tidak demikiyan. Pada berikutnya ketiga kebohongan tersebut menelurkan satu kebohongan yang lain yaitu, al-Qur’an memuat dua gaya atau entitas yang saling berlawanan dan bertentangan satu sama lainya. Tujuan dari tuduhan yang mereka lontarkan terhadap al-Qur’an adalah, bahwa al-Qur’an terputus-putus bagianya, tidak ada kesinambungan satu sama lainya, tunduk dengan kondisi dan terpengaruh oleh bi’ah (lingkungan). Tujuan mereka jelas, agar al-Qur’an tidak lagi di yakini sebagai firman Allah dan mukjizat, bahkan hanya sekedar perkataan Nabi Muhammad yang pada awalnya telah terpengaruh oleh lingkungan penduduk makah sehingga perkatanya cenderung kasar dan jauh dari pengetahuan sebagaimana yang telah di miliki penduduk Madinah.

Bantahan:

1. Adapaun klaim mereka, bahwa al-Qur’an yang makiy mengandung unsur-unsur kekerasan dan kebengisan sedang yang madiniy tidak, maka kita bantah, bahwa dalam al-Qur’an yang madaniy juga terdapat unsur-unsur yang mereka asumsikan sebagai kekerasan dan kebengisan–namun tentunya, kita tidak menyebutnya dengan ‘kebengisan’, sebagaimana yang akan di jelaskan nanti. Sehingga, tuduhan mereka bahwa hanya bagian al-makiy saja yang mengandung kekerasan dan kebengisan adalah tuduhan yang batil dan mengada-ada. Semisal dalam surah al-Baqarah, dan ini adalah surat madaniyyah, di sebutkan:

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ. (البقرة:24)

“Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) – dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”(QS. Al-Baqarah:24).

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ (البقرة:275)

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”(QS. Al-Baqarah:275)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (البقرة:278)

” Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah:278).

Kemudian dalam surat Ali-‘Imrân, yang merupakan surat madaniyyah, juga di sebutkan:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ كَدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ (آل عمران(10-11:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka (keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.”(QS.Ali-‘Imraan:10-11).

Konklusinya, bahwa bukan hanya surat makiyyah saja yang mengandung unsur-unsur yang mereka asumsikan sebagai kekerasan, namun, madaniyyah juga demikian. Sehingga tuduhan yang mereka lontarkan adalah tuduhan yang serampangan dan terkesan ngawur. Kemudian, sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya, kita tidak menyebut hal tersebut sebagai kebengisan. Al-Qur’an, baik yang makiy maupun madaniy, sama-sama memiliki langkah keras dan tegas (bukan bengis) di karenakan untuk mencapai suatu pendidikan yang baik, dalam rangka memperbaiki individu, bangsa, politik ummat dan Negara, tentunya membutuhkan penggabungan dalam metode-metodenya antara bersikap keras di satu sisi dan lemah lembut di sisi yang lain, antara targhîb (menyenangkan) dan tarhîb (menakut-nakuti), antara wa’d (janji) dan wa’îd (ancaman). Dan inilah yang di sebut dengan keseimbangan. Model pendidikan yang selalu mengedepankan kekerasan tentunya tidak baik, begitu-pun sebaliknya. Bahkan adakalanya harus bersikap keras dan tegas di satu sisi dan adakalanya harus bersikap lembah lembut di sisi yang lain agar tercapai suatu keseimbangan yang sempurna.

Kemudian tuduhan mereka bahwa, hanya al-Qur’an yang makiy saja yang mengandung unsur-unsur keras, secara tidak langsung mereka menuduh hanya al-Qur’an madaniy saja yang mengandung unsur kelemah lembutan dan kosongnya al-Qur’an yang makkiy dari kelemah lembutan. Hal demikian jelas merupakan kebohongan, karena diantara surat-surat makkiyyah-pun terdapat ayat-ayat yang bersikap lemah lembut, pemurah, toleransi, dan pemaaf. Bahkan penghapusan dosa perbuatan jahat dengan pahala perbuatan amal baik. Berikut adalah ayat-ayat makkiyyah tersebut:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ . وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ . وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ(فصلت: 35-33)

” Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat:33-35).

وَلَقَدْ آَتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآَنَ الْعَظِيمَ . لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ (الحجر:88-87

“Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung. Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.”(QS. Al Hijr:87-88).

Kemudian dalam surah asy-Syurâ : 36-42, surah Az-Zumar, dan surat-surat yang lainya. Banyak surat-surat makkiyyah yang di dalamnya terdapat ayat-ayat yang bersikap lemah lembut, pemaaf, pemuran dan toleran. Karena jika di sebutkan di sini semua akan terasa berjubel maka, silahkan di lihat sendiri. Wallahu a’lam bishshowaab.

2. Klaim mereka bahwa, pada bagian Qur’an yang makiy terdapat sibâb¹ yang tidak terdapat pada al-Madaniy, maka, “Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.”(QS. Al-Kahfiy:5). Kami menantang agar mereka menyodorkan satu contoh saja dalam al-Qur’an yang mengandung sibâb tersebut. Apakah logis, al-Qur’an yang datang mengajarkan manusia prinsip-prinsip etika, sopan santun, dan akhlak yang mulia kemudian keluar dari prinsip-prinsip itu dan menjelma menjadi sibâb?. Sedang, al-Qur’an juga telah melarang keras pengikutnya agar tidak memaki musuh-musuhnya yang musyrik?. Allah telah berfirman:

وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ فَيَسُبُّواْ اللّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ ( الأنعام:108)

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”)(QS. Al-An’aam:108).

Memang benar, dalam al-Qur’an secara keseluruhan, yang makkiy maupun madaniy, terdapat tasfîh (membodohkan) dan taqrî’ (kecaman) terhadap orang-orang yang tuli dan buta akan kebenaran dan mengabaikan argumen-argumen yang autentik dan bukti-bukti kongkret. Dalam konteks seperti ini, al-Qur’an sangatlah keras dan tegas. Namun, beserta sikap keras dan tegas ini al-Qur’an tidak sampai keluar dari kode etik dan berpaling dari hikmah. Bahkan, di balik sikap keras dan tegas tersebut tersembunyi hikmah-hikmah kebaikan dan kasih sayang terhadap mereka agar lekas kembali ke jalan yang lurus sehingga akan menghindarkan mereka dari pedihnya siksa neraka.

Tuduhan mereka, tentang entitas yang mereka asumsikan sebagai sibâb, dengan mengkhususkan pada al-Qur’an yang Makiy-pun nampak serampangan dan sepihak. Karena, jika yang di kehendaki mereka dengan sibâb juga memasukan tasîih (membodohkan) dan taqrî’ (kecaman) maka hal demikian sesungguhnya juga terdapat dalam surat-surat madaniyyah. Walaupun jumlahnya lebih sedikit di banding dalam surat-surat makkiyyah, karena penduduk makah memang sangat kuat perlawananya dan berlebihan dalam keingkaranya. Mereka tidak puas dengan hanya mengusir Nabi dan pengikutnya di malam hari dari rumah sendiri bahkan, mereka menyakiti dan lain sebagainya. Sehingga sangat wajar dan logis jika mendapatkan respon lebih banyak dari Allah ketimbang ketika setelah Nabi dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Bukti bahwa dalam surah-surah madaniyyah juga terdapat taqrî’ dan tasfîh ketika situasi dan kondisi menuntutnya adalah, firman Allah dalam surat al-Baqarah, yang merupaka surat madaniyyah, ketika merespon musyrikin (orang-orang musyrik):

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ . خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى
أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (البقرة :7-6 )

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka , dan penglihatan mereka ditutup.. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”(QS. Al-Baqarah:6-7)

Kemudian firman Allah dalam surat Al-Baqarah yaitu, ketika merespon orang-orang munafik, ayat ke 8-20. Kemudian firman Allah dalam surah Ali-‘Imraan ketika merospon perilaku orang-orang Nashrani, ayat ke:55-56. Dan masih banyak ayat-ayat yang lainya. Silahkan anda buka sendiri di sumbernya langsung, karena jika di sebutkan kesemuanya disini agaknya tidak memungkinka.

Sebagaimana yang telah di tuturkan dalam tuduhan diatas bahwa, mereka dalam aksi penudingan terhadap al-Qur’an menjustifikasikanya dengan menampilkan ayat-ayat al-Qur’an yang pada hakikatnya ayat-ayat tersebut sama sekali tidak membuktikan adanya entitas yang mereka asumsikan sebagai sibâb. Karena, makna yang di tunjukan oleh ayat:

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَب وَتَب”(Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa).” (QS. Al-Lahab:1)

Hanyalah sebatas indzar (peringatan) dan wa’îd (ancaman) kepada Abi Lahab dan istrinya sebagai timbale balik atas kejahatan yang telah mereka berdua perbuat kepada Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam dan sahabatnya. Hal demikian bisa ditelusuri dari sebab di turunkanya ayat tersebut :

“Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam naik ke Bukit Shafa sambil berseru: “Mari berkumpul pada pagi hari ini!” Maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah bersabda: “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya kepadaku?” Kaum Quraisy menjawab: “Pasti kami percaya.” Rasulullah bersabda: “Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsyat akan datang.” Berkata Abu Lahab: “Celaka engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat ini berkenaan dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang memfitnah dan menghalang-halangi agama Allah.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri Abu Lahab menyebarkan duri-duri di tempat yang akan dilalui Nabi saw. Ayat ini, turun berkenaan dengan peristiwa itu yang melukiskan bahwa orang yang menghalang-halangi dan menyebarkan permusuhan terhadap Islam akan mendapat siksa Allah.
(Diriwayatkan oleh Inbu Abiy Hatîm dan Ibnu Jarir dari Yazid bin Zaid).

Sebab-sebab turunya ayat tersebut adalah sebagai timbal balik atas kejahatan yang telah di perbuat Abi Lahab dan istrinya, dengan cara memberi peringatan dan menakut-nakuti mereka berdua akan adanya kecelakaan yang akan menimpa mereka dan tidak bermanfaatnya harta benda dan apa yang telah mereka usahakan, dan akan meruginya Abu Lahab dan istrinya karena perbuatan mereka berdua kelak akan memasukan mereka kedalam neraka. Dengan demikian, dalam ayat tersebut sama sekali tidak ada sibâb, bahkan sekedar peringatan kepada Abu Lahab dan isterinya atas perbuatan dosa mereka. Begitu-pun surat Al-‘Ashr yang mereka kemukakan:

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (العصر:3-1)

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”(Al-‘Ashr:1-3)

Dalam surat tersebut sama sekali kita tidak mendapati apa yang mereka asumsikan sebagai bentuk sibâb. Surat tersebut hanya menerangkan bahwa secara keseluran manusia ada dua: pertama: yang merugi. Kedua: yang beruntung. Yaitu orang-orang yang menghimpun empat unsur keberuntungan yang tertera pada surat tersebut. Yaitu, yang beriman, mengerjakan amal saleh, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Apakah kalian melihat adanya sibâb dalam ayat tersebut? Tentu tidak. Kemudian:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرحَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِر ” (bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sapai kamu masuk kedalam kubur.” (QS: At-Takaatsur:1-2).

Ayat ini hanya sekedar menjelaskan bahwa mereka telah di sibukan oleh dunia sehingga melaikan agama, dan bermegah-megahan dengan harta dunia, dan melupakan sang pemilik harta tersebut, hingga berakhirlah umur mereka sedang mereka tetap dalam keadaan seperti itu. Dan kelak mereka akan di mintai pertanggung jawaban atas nikmat yang telah di karuniakan kepada mereka yang kemudian mereka menyia-yiakanya. Barangkali lebih tepatnya ayat ini sebagai indzar (menakut-nakuti). Adapun firman Allah:

“فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ (karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi).”(QS. Al-Fajr:13-14)

Adalah menceritakan umat-umat terdahulu, seperti Kaum Tsamud, ‘Âd ketika mereka “berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu”; agar kabar dan cerita ini menjadi pelajaran bagi orang-rang kafir sehingga mereka tidak terjerumus kedalam jurang yang telah menjerumuskan Kaum Tsamûd dan ‘Âd tersebut.

3. Lalu klaim mereka (orientalis) bahwa, al-Qur’an al-Makiy ter-istimewakan dengan semua keistimewaan yang bernilai rendah, adalah klaim yang tertolak dan batil di lihat dari sisi manapun. Di karenakan, jika yang di kehendaki mereka adalah, di sebabkan menyendirinya al-Qur’an al-Makiy dengan adanya entitas yang mereka asumsikan sebagai bentuk kekerasan, kebengisan dan ketidaksopanan yang terkandung di dalamnya, maka hal tersebut merupakan kebohongan besar, pembodohan dan kebodohan terhadap entititas sesungguhnya yang terkandung dalam al-Qur’an bahwa, al-Qur’an yang Makiy maupun yang Madaniy sama-sama mengandung unsure-unsur yang mereka asumsikan tersebut. Semisal sama-sama mengandung targhîb (membahagiakan) dan tarhîb (menakut-nakuti), janji dan ancaman, keras dan lemah lembut.

Dan jika yang di kehendaki mereka ter-istimewakanya Qur’an Makiy dengan keistimewaan yang bernilai rendah di sebabkan ayat-ayatnya yang pendek-pendek, ataupun di sebabkan kekosonganya dari hukum syari’at yang terperinci (al-tafshîliyyah)h6ggj^HHhhh^H66hhvv yang berkenaan dengan aktivitas, maka hal tersebut sama sekali tidak menunjukan nilainya yang rendah, sebagaimana yang akan di jelaskan pada tuduhan-tuduhan berikutnya. Namun jika yang di kehendaki mereka adalah, disebabkan penduduk Makah menengah kebawah tingkat kefashihanya dan kejeniusanya, maka hal tersebut juga terkesan mengada-ada, karena sejarah adalah saksi yang adil bahwa, Suku Quraisy termasuk dalam pusat kepemimpinan dari Suku-suku Arab lainya. Pendapat-pendapat mereka (Quraisy) di prioritaskan Suku-suku lainya. Hukum mereka menjadi rujukan, onta-onta di kendarai menuju mereka. Mereka adalah garis depan dalam kefashihan dan kesusastraan, jenius, cerdas, mulya, dan bangsawan. Keistimewaan ini telah mereka miliki sejak sebelum Islam datang. Dan ketika Islam datang, keistimewaan itu terus berlanjut dan semakin bertambah. Dan hal demikian telah di ketahui oleh Penduduk Madinah dan lainya, oarng Arab dan non Arab.!

Adapun klaim mereka, terputusnya antara al-Qur’an yang Makiy dan Madaniy dan paradoks yang terjadi diantara gaya keduanya, adalah klaim kosong yang didasarkan pada kesalahan asumsi-asumsi yang telah di sebutkan diatas, yang telah ditetapkan kebathilanya. Kemudian, itu adalah klaim yang tidak punya rasa malu, yang bertentangan dengan kenyataan dan terbantahkan oleh dzauq (rasa) sastra yang bijaksana. Buktinya, para master sastera dari musuh-musuh Islam di Makah, ketika turunya al-Qur’an-pun tidak mampu menuduh seperti yang di tuduhkan ini, barangkali di karenakan mereka lebih berakal dari pada para ateis masakini. Mereka memahami bahwa, tuduhan-tuduhan semacam itu adalah kebohongan dan mengada-ada. Bahkan, salah satu dari mereka, al-Walîd bin Mughirah, mengatakan kepada pembesar Quraisy, “Demi Allah, barusan aku telah mendengar dari Muhammad suatu perkataan, yang bukan perkataan manusia dan bukan perkataan jin. Sungguh, ia memiliki rasa manis dan pesona…Dan sungguh, ia tinggi dan tidak ada yang diatasnya.” …

4. Dan ketika tuduhan-tuduhan mereka telah di buktikan kebathilanya, maka bathil pula klaim-klaim mereka bahwa, al-Qur’an hanyalah perkataan Muhammad, yang terpengaruh oleh lingkungan, bukan firman Tuhan. Kemudian itu adalah tuduhan-tuduhan bodoh yang tidak perlu untuk di tanggapi, toh kemukjizatan al-Qur’an masih tetap eksis, menantang setiap generasi dan suku, membantah setiap orang yang menentang dan besar kepala. Dan tentunya pembahasan mengenai kemukjizatan al-Qur’an memiliki ranah tersendiri yang mungkin akan saya jelaskan sebentar lagi.

Ringkasan Sederhana

Bahwa al-Qur’an secara keseluruhan menjaga situasi-kondisi orang yang diajak bicara (mukhathabîn). Sehingga, disatu sisi kadang dia mersikap keras dan disisi yang lain bersikap lemah lembut, karena menyesuaikan dengan situasi-kondisi mereka. Baik terhadap penduduk Makah, Madinah, maupun lainya. Dengan bukti, kamu telah menemukan–dalam surat-surat Makiyyah dan Madaniyyah—adanya janji, ancaman, toleransi, tekanan, bantahan, ketegangan, keras, dan lemah lembut. Sebagaimana yang telah di jelaskan dalam contoh-contoh dan saksi-saksi yang banyak. Dan jika di cermati dengan seksama, penduduk Makah lebih sering di ceramahi dengan keras dan kasar. Ini logis, karena memang mereka lebih banyak menyakiti Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Mereka merekayasa sehingga mengusir Rasul dan para sahabatnnya dari tanah air sendiri. Tidak puas hanya mengusir, bahkan mereka mengirimkan pesakitan dalam keterlantaran Rasul dan sahabatnya itu.

Dan al-Qur’an, dalam kampanyeya kepada mereka dan sesamanya melalui perkataan, sama sekali jauh dari setiap unsure sibâb {2} dan kekejian. Namun al-Qur’an mengajak dengan hikmah (kebijaksanaan), dan etika yang sempurna dalam menunjukan kejalan yang benar. Dia memotivasi agar senantiasa menjadi manusia yang sabar, pemaaf, dan berbuat kebajikan. Sehingga Allah-pun telah berfirman kepada Rasul-Nya dalam surat al-An’âm, yang artinya:

“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu. Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah)]. Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang jahil.”(QS. Al-An’aam:34-35). Wallahu a’lam bisshowâ.
_____________________________________________________________________
1 Dalam hal pengkatagorian surat ataupun ayat kedalam makiyyah ataupun madaniyah terdapat perbedaan pendapat diantara ulama. Setidaknya disana ada tiga pendapat:
pertama: Makiy adalah: Al-Qur’an yang di turunkan sebelum hijrah ke Madinah, walaupun di turunkan di selain makah. Madaniy adalah: Al-Qur’an yang di turunkan setelah hijrah ke Madinah, walaupun turun di selain tanah Madinah.
Kedua: Makiy adalah al-Qur’an yang di turunkan di Makah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah. Madaniy adalah al-Qur’an yang di turunkan di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Qubâ’, dan Sala’.
Ketiga: Makiy adalah al-Qur’an yang meng-khitobi, (mengfirmani) Penduduk Makah. Madaniy adalah al-Qur’an yang meng-khitabi Penduduk Madinah. Mengekor pada pendapat yang ketiga ini, surah yang terdapat يأيهاالناس” (wahai manusia)” adalah makiyyah. Sedang madaniyyah adalah yang di dalamnya terdapat “يأيهاالذين امنوا (wahai orang-orang yang beriman)”. Lihat hlm.105-106)
2 Makna “Sibaab”, yang terkenal di kalangan mereka adalah: lacur , jorok, fulgar dan tidak bertatakrama.

Tinggalkan komentar